JAKARTA - Lembaga Survei Indonesia (LSI) meluncurkan hasil survei
terbaru yang menakar seberapa jauh persepsi publik atas keterlibatan
Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto dalam perkara korupsi
buron KPK Harun Masiku.
Survei terbaru LSI bertajuk Kinerja
Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi yang dipublikasikan hari ini,
Minggu (9/2/2025) menyatakan, sebanyak 70 persen lebih responden percaya
ada keterlibatan Hasto dalam kasus Harun Masiku.
"Jadi kalau di
sini kita lihat ada 77 persen masyarakat percaya bahwa sekjen PDIP itu
memang terlibat dalam kasus Harun Masiku ini, kasus yang sudah
berlangsung cukup lama, sudah 6 tahunan," kata Direktur Eksekutif LSI
Djayadi Hanan di YouTube LSI.
Hasil tersebut juga didapati kata Djayadi dari 36,2 persen responden yang mengaku mengetahui perkembangan perkara Hasto.
Djayadi
lantas menilai, kepercayaan masyarakat terhadap keterlibatan Hasto juga
dijadikan salah satu aspek masih positifnya penilaian pemberantasan
korupsi di Indonesia.
"Jadi ini mencerminkan ini salah satu
cerminan dari atau penyebab dari mengapa masyarakat memberikan penilaian
masih positif kepada kinerja pemberantasan korupsi," ujar Djayadi.
Pasalnya, kinerja KPK dalam mengungkap tindakan-tindkaan korupsi masih dilakukan secara baik.
"Jadi
kasus Hasto Kristiyanto ini cukup memberi citra positif kepada KPK
sehingga kinerja pemberantasan korupsi dianggap baik dan juga
kasus-kasus tindakan-tindakan yang dilaksanakan Kejaksaan Agung."
"Ini juga menyumbang juga terhadap masih positif nya penilaian terhadap pemberantasan korupsi pemerintahan," kata dia.
Sebelumnya, LSI juga menampilkan hasil perihal penilai masyarakat terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam hasilnya, dominan masyarakat menilai positif terhadap upaya pemberantasan korupsi.
"Ada
44,9 persen yang menilai pemberantasan korupsi setelah 100 hari
pemerintahan di Januari ini di angka 44 persen. Ini positif dibandingkan
dengan yang menilai buruk atau negatif itu 26,2 persen yang sedang 24,4
persen," kata Djayadi.
Meski dinilai positif, penilaian publik di awal pemerintahan ini bisa jadi tercampur antara evaluasi dengan harapan.
Kata
Djayadi, apabila penilaian positif itu tinggi maka bukan tidak mungkin
adanya juga harapan yang tinggi dari publik terhadap upaya pemberantasan
korupsi di Indonesia.
"Penilaian masyarakat di awal-awal
pemerintahan itu seringkali merupakan gabungan antara evaluasi kinerja
sekaligus harapan juga sebenarnya," kata dia.
"Itu yang saya kira
perlu menjadi catatan. Jadi penilaian positif pada saat ini harus
diterjemahkan juga sebagai harapan yang tinggi kepada pemerintahan yang
baru termasuk kepada para penegakan hukum," tandas Djayadi.
Sebagai informasi, survei tersebut dilakukan dalam periode 20-28 Januari 2025.
Responden
survei ini adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dan
berusia 17 tahun atau lebih yang dipilih secara random (multistage
random sampling) sebanyak 1.220 orang.
Para responden terpilih
diwawancarai melalui tatap muka. Margin of error dari survei ini sebesar
kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Sebelumnya,
Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis mengkritik penetapan
tersangka terhadap Hasto oleh KPK. Pernyataan itu disampaikan Todung
dalam sidang praperadilan Hasto melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, 5 Februari lalu.
Todung Mulya Lubis menilai penetapan
kliennya sebagai tersangka kasus Harun Masiku oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dilakukan secara sewenang-wenang.
Pasalnya menurut
Todung, dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka, KPK tidak mengindahkan
ketentuan yang berlaku yakni soal adanya dua alat bukti yang cukup.
"Alasan
yuridis penetapan tersangka terhadap pemohon dilakukan secara
sewenang-wenang, tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku, tidak
didukung minimal 2 alat bukti dan memicu ketidakpastian hukum," kata
Todung di ruang sidang.
Menurut Todung, penetapan tersangka Hasto
itu juga dilakukan tanpa dilakukannya pemeriksaan terlebih dahulu
kliennya itu sebagai calon tersangka.
Hal itu pun kata dia
bertentangan dengan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Keputusan
Mahkamah Konstitusi nomor 21 PUU 12 tahun 2014.
"Penetapan
tersangka terhadap pemohon tanpa pemeriksaan calon tersangka terlebih
dahulu dan bertentangan dengan KUHAP dan Keputusan Mahkamah Konstitusi
nomor 21 PUU 12 tahun 2014," jelasnya.
KPK telah menetapkan Hasto sebagai tersangka atas dua kasus dugaan korupsi.
Yakni
kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI,
dan kasus dugaan merintangi penyidikan perkara Harun Masiku.
Dalam
kasus suap, Hasto bersama Harun Masiku dan orang kepercayaannya,.Donny
Tri Istiqomah, diduga memberikan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan
Umum (KPU) saat itu, Wahyu Setiawan.
Dalam proses perencanaan
sampai dengan penyerahan uang, Hasto disebut mengatur dan mengendalikan
Saeful Bahri dan Donny Tri dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan.
KPK
menemukan bukti bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu
guna meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR berasal dari Hasto.
Sementara
itu, dalam kasus perintangan penyidikan, Hasto disebut memerintahkan
seseorang untuk menghubungi Harun Masiku agar merendam ponsel dalam air
dan melarikan diri.
Sebelum diperiksa KPK terkait kasus Harun
Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk
menenggelamkan ponselnya agar tidak ditemukan lembaga antirasuah.
Hasto
juga diduga mengumpulkan sejumlah saksi terkait kasus Harun Masiku dan
mengarahkan mereka agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.